Jawaban anak
kecil selalu jujur. Belajarlah berkata jujur pada anak kecil.
Sekali
waktu, saya pernah melontarkan pertanyaan pada adik saya. Adik saya masih
berumur -/+ 8 tahun, dia baru duduk di sekolah dasar kelas 2. Dia anak bungsu
dari 4 bersaudara. Dia suka sekali bermain dan beli jajan. Dia juga masih
sangat menikmati masa kecilnya. Abil namanya.
Ceritanya
waktu itu Abil minta uang jajan sama saya sepulang kerja. “Bang, Minta uang
buat beli pentol.” sambil tangannya menengadah. “Berapa.?” Sahutku. “2000 biar
dapet banyak.” Abil menjawab dengan semangat sambil senyum-senyum. Dengan
sangat cepat saya mempunyai ide yang boleh dibilang licik, “Incak-Incak
(Injek-injek) badan abang dulu hayo, nanti tak kasih 2000.” dengan memasang
posisi untuk siap di incak-incak. Dengan semangat empat lima, Abil pun langsung
menginjak-injak badan yang sudah kuperintah sebelumnya.
Waktu Abil
menginjak-injak badan saya yang sedikit pegal-pegal karena pulang kerja, saya
iseng bertanya, “Bil, kamu mau kerja, enak bil kerja dapet uang banyak bisa
beli jajan sama mainan.?” tanpa ragu-ragu dan dengan tegas Abil menjawab,
“Nggak mau.” Saya terperanga mendengar jawaban Abil, “Loh, kenapa bil? Kan enak
uangnya banyak.” Mencoba meyakinkan Abil. Dengan polosnya Abil menjawab dengan
sangat mudah dan tanpa beban, “nggak mau, nggak enak kerja, capek, pulangnya
malem terus, nggak bisa maen. Terus dapet uangnya lama, nggak tiap hari.
Males.” Saya tertawa mendengar jawaban polos Abil.
Mungkin yang
adik saya lihat memang seperti itu adanya. Abil juga pernah minta uang jajan
sama saya ketika lagi seret-seretnya pengeluaran. Saya pun bilang nggak punya
uang, belum gajian. Besok dimintain lagi, jawaban saya juga masih sama. Hingga
beberapa hari selanjutnya dia minta uang jajan sama Umah (Panggilan Ibu) atau
Abi (Panggilan Ayah). Setelah sebelumnya meminta uang jajan sama Umah atau Abi,
Beberapa hari kemudian Abil kembali meminta uang jajan sama saya, jawaban saya
pun masih sama, kali ini saya bilang, “belum gajian bil, nggak punya uang,
besok sabtu aja kalo bang udah gajian tak beliin es krim.” Abil pun dengan
ringan menjawab, “Lama.e bang nggak punya uang.e (e = nya)” sambil memalingkan
badan dan berjalan keluar.
Tak lama
selepas percakapan itu, saya berfikir, semua yang dikatakan Abil itu benar,
nggak ada yang salah. Dia berkata dari apa yang dia lihat. Yang dia tahu, yang
bekerja itu punya uang banyak. Makanya dia selalu meminta uang jajan sama yang
sudah kerja. Terbukti adik saya yang nomor dua, yang masih duduk di bangku SMK
nggak pernah dimintain uang jajan. Yang dia tahu bekerja itu pulang sore,
kadang malam, nggak bisa main sama temen. Yang dia tahu bekerja itu dapat
uangnya lama, nggak tiap hari. Yang dia tahu bekerja itu capek. Ya, itu semua
benar, nggak ada yang salah sedikitpun.
Posting Komentar