Judul Buku :
Sepatu Dahlan
Pengarang :
Khrisna Pabichara
Penerbit :
Noura Books (PT Mizan Publika)
Tahun terbit
dan cetakan : Cetakan I, Mei 2012, Cetakan II, Mei 2012, Cetakan III, Juni 2012
Ukuran /
dimensi buku : 14 x 21 cm
Tebal buku :
392 Halaman
Harga buku :
ISBN : 978 –
602 – 9498 – 24 – 0
***
Mungkin ini
terlambat. Saya baru saja menuntaskan membaca buku “Sepatu Dahlan”. Tidak
salah jika buku karya Khrisna Pabichara ini adalah buku best seller. Novel
karangannya selalu bermutu dan sangat inspiratif. Dengar dari seorang kerabat
dekat saya serta rasa keingintahuan tentang buku Trilogi Novel Inspirasi Dahlan
Iskan ini membuat saya ingin membaca halaman per halaman sampai tuntas. Seperti
testimoni A. Fuadi (Penulis Buku Negeri 5 Menara), “Ini jenis buku yang bikin
candu! Saya tak mampu berhenti membalik halaman sampai tamat.” Hal itulah yang
saat ini saya rasakan ketika membaca novel inspiratif karya Khrisna Pabichara
ini. Jika kita mengenal sosok Khrisna Pabichara, dia adalah penyuka prosa dan
telah melahirkan sebuah kumpulan cerita pendek, Mengawini Ibu : Senarai
Kisah Yang Menggetarkan (Kayla Pustaka, 2010). Novel ini, Sepatu Dahlan,
adalah buku ke-14 yang dianggitnya.
Khrisna
Pabichara lahir di Borongtammatea, Kabupaten Jeneponto, Makassar – Sulawesi
Selatan pada tanggal 10 November 1975, Wauw, bertepatan dengan Hari Pahlawan.
Ayah dua orang putri, yang kerap disapa Daeng Marewa ini, bekerja sebagai
penyunting lepas dan aktif dalam berbagai literasi. Dia bisa disapa dan diajak
berbincang berbagai hal, terutama pernak-pernik #bahasaindonesia, lewat akun
twitternya : @1bichara.
***
Tujuan dan
latar belakang penulisan novel ini tak lain dan tak bukan, sesuai dengan
pengantar dari Dahlan Iskan dalam buku ini, “Harapan saya, semoga buku ini
terselip inspirasi dan manfaat di novel Sepatu Dahlan ini untuk semua
pembacanya.”
***
“Mata berkunang-kunang, keringat bercucuran, lutut gemetaran, telinga mendenging …. Siksaan akibat rasa lapar ini memang tak asing, tetapi masih saja berhasil mengusikku…. Sungguh, aku butuh tidur. Sejenakpun bolehlah. Supaya lapar ini terlupakan….”
Kehidupan
mendidik Dahlan kecil dengan keras. Baginya, rasa perih karena lapar adalah
sahabat baik yang enggan pergi. Begitu pula dengan lecet dikakinya, bukti
perjuangan dalam meraih ilmu. Ya, dia harus berjalan berkilo-kilometer untuk
bersekolah tanpa alas kaki. Tak hanya itu, sepulang belajar, masih banyak
pekerjaan yang harus dilakukannya demi sesuap tiwul. Mulai dari nguli
nyeset, nguli nandur, sampai melatih tim voli anak-anak juragan tebu.
Semua itu tak
membuat Dahlan putus asa. Tak juga berarti keceriaan masa kanak-kanaknya
hilang. Ketegasan sang Ayah serta kelembutan hati sang Ibu, membuatnya
bertahan. Persahabatan yang murni menyemangatinya untuk terus berjuang. Dan
apapun yang terjadi, Dahlan terus berusaha mengejar dua cita-cita besarnya :
Sepatu dan Sepeda.
Sejak kelas 3 SR (Sekolah Rakyat), aku sering nguli nyeset. Itu kulakukan sepulang sekolah, disela-sela jadwal rutin menggembala domba. Upah nguli nyeset terus kutabung demi dua mimpi besarku – Sepatu dan Sepeda. (Halaman : 73)
Dahlan
adalah bocah yang tegar dan mencoba untuk kuat dalam bertahan ditengah
kehidupan yang menurutnya sangat memilukan dan menyakitkan. Meski begitu,
Dahlan di didik dalam silsilah keluarga pesantren yang mampu memberikan ilmu
iman dan perilaku baik, seperti salah satu judul bab dalam buku ini, Miskin
Harta, Kaya Iman.
Beberapa
potongan wejangan kakak Dahlan, Mbak Sofwati juga membuktikan,
“Lapar ndak berarti harus maling, Dik.”
“Ojo wedi mlarat, yang penting jujur.”
“Kita boleh miskin harta, Dik, tapi kita ndak boleh miskin iman.”
“Ingat, semiskin apapun kita, Bapak dan Ibu ndak rela kalau kita, meminta-minta belas kasihan tetangga, keluarga, atau siapa saja.”
Dahlan
mempunyai dua mimpi besar yang sebenarnya itu adalah mimpi yang sederhana.
Hanya sepatu dan sepeda. Namun Dahlan sangat menginginkannya, dengan alasan
supaya kakinya tidak lecet karena berjalan berkilo-kilo untuk menuntut ilmu dan
bermain voli di sekolahnya. Sedangkan untuk sepeda, alasannya supaya tidak
berangkat terlalu pagi untuk ke sekolah, jauh lebih cepat, dan tidak capek.
Dahlan
suka sedih jika dia melihat teman-temannya memakai sepatu. Dia selalu teringat
impian yang belum juga menjadi kenyataan, yaitu sepatu. Anehnya, beda sekali
ketika dia melihat siapa pun yang sedang bersepeda, hatinya tidak berdesir,
biasa-biasa saja.
Bapak
Dahlan merupakan sosok yang sangat dihargai oleh Dahlan, temannya, serta warga
kampung Kebon Dalem, karena beliau terkenal sebagai orang pekerja keras, dia
juga sering menjadi imam serta mengajar ngaji di langgar Kebon Dalem.
Suatu waktu beliau bercerita ketika sedang mengajar anak-anak Kebon Dalem di
langgar dan berpesan, “Kita harus berusaha sendiri, kita harus mencari, bukan
berleha-leha menunggu belas kasihan orang lain. Tetap tawakkal dan
bersyukur. Rezeki akan datang dengan cara yang bisa jadi tak pernah kalian
duga. Jadi, bergembiralah. Tak perlu berkecil hati karena hidup kita yang
miskin seperti sekarang.”
Kutipan kalimat yang paling saya suka dan mungkin tak akan bosan mengulang kalimat itu, adalah : “Aku ceritakan kesedihanku kepada sungai, agar sungai mengajariku bagaimana mengalir tanpa sedikitpun mengeluh.” (Halaman 339)
Akhirnya
Dahlan berhasil membeli sepatu dan sepeda dengan hasil melatih voli anak-anak
orang kaya Pabrik Gula. Dengan pekerjaan yang menurut Dahlan ringan, melatih
voli bisa mendapatkan uah yang besar. Dahlan mampu membeli sepeda temannya,
Arif dan mampu membeli dua pasang sepatu, satu untuknya dan satu lagi untuk
adiknya, Zain.
Hingga
pada akhirnya Dahlan menyadari setelah dia menceritakan semua kesedihannya pada
sungai yang mengalir, bahwa sepatu dan sepeda bukanlah cita-cita atau mimpi
besar yang sebenarnya. Tetapi, Dahlan belum tahu apa cita-cita atau mimpi yang
lebih besar dari sepatu dan sepeda.
Disiplin
keras dan didikan tegas Bapak Dahlan menjelaskan kepadanya, bahwa tidak ada
sesuatu yang bisa dia pandang enteng dan dari sana bermula nikmat kebersahajaan
sebagai anak yang dibesarkan oleh lengan-lengan kemiskinan.
Rintihan
dan erangan Zain, adik Dahlan, setiap menahan lapar menerangkan dengan jelas
kepadanya bahwa rezeki bukanlah seperti hujan yang ditumpahkan Tuhan begitu
saja. Tetapi Dahlan menyadari bahwa dia harus mencari sendiri rezeki itu,
Harus.!
Bagaimana
kelanjutan cerita Dahlan yang memilukan itu, banyak cerita dan kejadian yang
menarik untuk kita simak, sangat inspiratif dan bikin candu untuk membacanya. Bagaiman Dahlan bertahan hidup dalam kemiskinan.?
Bagaiman Dahlan membahagiakan keluarganya.? Bagaimana Dahlan dapat berprestasi
dengan keadaannya yang serba kekurangan.? Apa Dahlan akhirnya bisa memiliki
sepatu dan sepeda.?
***
Kekurangan
yang ada dalam buku ini adalah kesalahan dalam mencetak dan mengurutkan
halaman. Ketika saya enak-enak membaca saya tidak sadar kalau saya membaca
ulang halaman yang sudah saya baca sebelumnya. Saya mulai sadar karena saya
beranggapan kenapa ceritanya jadi agak belibet ya, dan seperti sudah dibaca,
ketika sadar dan sedikit membalik-balikkan halaman ternyata ada kesalahan dalam
menata halaman, hal sepele ini cukup menggangu keasyikan dan keseriusan
membaca.
Setelah
saya membaca halaman 102, selanjutnya yang semestinya halaman 103 ternyata
malah diulang lagi halaman 101 dan baliknya 102, kemudian baru halaman 103. (dengan
catatan : Saya meminjam buku teman, yang
menurut saya itu buku bekas dan sudah di cetak ulang).
Terlepas
dari kesalahan teknis dan sangat mendasar itu saya tidak bisa lagi menemukan
apa yang kurang dari buku itu. Saya sangat menikmati rasa candu dalam diri saya
untuk segera membuka halaman selanjutnya. Bahasa yang ringan dan logat bahasa
jawanya yang kental membuat pembaca menjadi lebih muda mencerna dan enak
dibaca. Ada selipan gambar sketsa yang meremajakan mata saat membaca. Sangat
cantik. Banyak kisah tauladan yang inspiratif dan bermanfaat bagi si pembaca.
Banyak pesan moral yang disampaikan dalam buku ini. Kita bisa banyak belajar
nilai-nilai kehidupan dan mengajak pembaca untuk mampu benar-benar masuk dan
berada dalam kisah itu. Pas kena di hati.
Kesan
ketika saya membaca di awal-awal bab buku ini adalah gila, buku ini benar-benar
buku yang bikin candu. Saya bisa meresapi tulisan Khrisna Pabichara ini dan
menggebu – gebu untuk segera membalik halaman selanjutnya. Setelah membaca Trilogi
Novel Inspiratif Dahlan Iskan yang pertama dengan judul Sepatu Dahlan ini, dijamin kalian bakal
nggak sabar untuk segera membaca bagian dari Trilogi Novel Inspiratif ini yang
selanjutnya atau yang kedua dan yang ketiga. Saya korban candu membaca buku ini
dan akan segera membaca buku selanjutnya.
Adib
Hilman
Posting Komentar